Suatu penelitian pernah diadakan terhadap beberapa kutu loncat. Jadi ini kisah mengenai kutu loncat. Seorang peneliti dari fakultas biologi meneliti kutu loncat. Cerita ini sebenarnya hasil sampingan dari penelitian, penelitiannya sendiri bukan mengenai hal ini. Ia meneliti untuk tujuan tertentu dan ia mengumpulkan kutu loncat dalam toples-toples dan ditutup dalam plastik. Namanya juga kutu loncat, kutu yang senang meloncat-loncat. Ketika dimasukkan kedalam toples, toples itu bunyinya riuh sekali, pletok…pletok..pletok..kenapa? Karena kutunya melompat dan membentur plastik tutup toples. turun lagi, lompat lagi, menabrak tutup yang dari plastik, dan berbunyi riuh sekali.
Beberapa minggu kemudian ia menjumpai bahwa sekelompok toples tidak ada bunyinya lagi. Kenapa tidak berbunyi? Apakah kutunya tidak melompat? Apakah sudah mati? Ketika ia melihat dalam toples, kutu yang sudah lama dimasukkan itu masih melompat, tetapi tidak setinggi ketika pertama kali dimasukkan. Rupanya ketika kutu itu melompat, menabrak plastk penutup berulang-ulang, nabrak, terpentok-pentok jadi sakit, lalu ia mulai menyesuaikan tinggi lompatannya supaya pas dengan ukuran tinggi toples. Karena toples itu sudah tidak dibutuhkan lagi maka si peneliti mulai membuka tutup toples. Plastik dibuka, dan yang cukup menarik ternyata si kutu tetap melompat rendah. Karena ternyata sudah 3 sampai 5 minggu, ia menyesuaikan diri dengan toples, sudah terbiasa dengan kondisi itu, bahkan ketika toples sudah dibukapun mereka tidak melompat tinggi, mungkin mereka berpikir masih ada penutup toplesnya.
Sering kejadian dan peristiwa-peristiwa gagal membuat seseorang mengukur dirinya ukuran saya hanya setinggi ini. Gagal itu menyakitkan, terbentur-bentur itu menyakitkan, dan orang tidak mau sakit untuk yang berikutnya lagi, maka dia mulai mengukur tingginya, mengukur kemampuannya, menaruh batas dalam pikirannya. Inilah batas untuk saya. Padahal sebenarnya, pada suatu ketika tutup itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah hilang. Karena naiknya tingkat kemampuan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai pertumbuhan pendidikan. Sesuai dengan pertambahan kemampuan, tetapi sering orang dengan bertambahnya pendidikan, bertambahnya usia dia masih menganggap bahwa batas itu ada. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu melakukan sesuatu padahal dia mampu, apa batasnya? Dia berfikir bahwa tidak mampu itulah batasnya.
Banyak orang sebenarnya dia mampu berbuat sesuatu tapi dia berfikir saya tidak bisa. Maka dia tidak mencoba. Kenapa tidak mencoba? Karena dia berfikir bahwa dia tidak bisa. Banyak orang sebenarnya bisa tapi dia berfikir tidak bisa. Karena itu mari terobos batas yang ada dalam pikiran kita. Tembus batas dalam pikiran yang berkata tidak mungkin, tidak bisa, karena kita punya kekurangan, miskin, tidak berpendidikan, semua itu ada dalam pikiran kita, kalau kita bisa menembusnya, maka kita sebenarnya bisa menjadi orang sukses dan berhasil. Kalau kau berpikir bisa, maka engkau bisa!
Beberapa minggu kemudian ia menjumpai bahwa sekelompok toples tidak ada bunyinya lagi. Kenapa tidak berbunyi? Apakah kutunya tidak melompat? Apakah sudah mati? Ketika ia melihat dalam toples, kutu yang sudah lama dimasukkan itu masih melompat, tetapi tidak setinggi ketika pertama kali dimasukkan. Rupanya ketika kutu itu melompat, menabrak plastk penutup berulang-ulang, nabrak, terpentok-pentok jadi sakit, lalu ia mulai menyesuaikan tinggi lompatannya supaya pas dengan ukuran tinggi toples. Karena toples itu sudah tidak dibutuhkan lagi maka si peneliti mulai membuka tutup toples. Plastik dibuka, dan yang cukup menarik ternyata si kutu tetap melompat rendah. Karena ternyata sudah 3 sampai 5 minggu, ia menyesuaikan diri dengan toples, sudah terbiasa dengan kondisi itu, bahkan ketika toples sudah dibukapun mereka tidak melompat tinggi, mungkin mereka berpikir masih ada penutup toplesnya.
Sering kejadian dan peristiwa-peristiwa gagal membuat seseorang mengukur dirinya ukuran saya hanya setinggi ini. Gagal itu menyakitkan, terbentur-bentur itu menyakitkan, dan orang tidak mau sakit untuk yang berikutnya lagi, maka dia mulai mengukur tingginya, mengukur kemampuannya, menaruh batas dalam pikirannya. Inilah batas untuk saya. Padahal sebenarnya, pada suatu ketika tutup itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah hilang. Karena naiknya tingkat kemampuan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai pertumbuhan pendidikan. Sesuai dengan pertambahan kemampuan, tetapi sering orang dengan bertambahnya pendidikan, bertambahnya usia dia masih menganggap bahwa batas itu ada. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu melakukan sesuatu padahal dia mampu, apa batasnya? Dia berfikir bahwa tidak mampu itulah batasnya.
Banyak orang sebenarnya dia mampu berbuat sesuatu tapi dia berfikir saya tidak bisa. Maka dia tidak mencoba. Kenapa tidak mencoba? Karena dia berfikir bahwa dia tidak bisa. Banyak orang sebenarnya bisa tapi dia berfikir tidak bisa. Karena itu mari terobos batas yang ada dalam pikiran kita. Tembus batas dalam pikiran yang berkata tidak mungkin, tidak bisa, karena kita punya kekurangan, miskin, tidak berpendidikan, semua itu ada dalam pikiran kita, kalau kita bisa menembusnya, maka kita sebenarnya bisa menjadi orang sukses dan berhasil. Kalau kau berpikir bisa, maka engkau bisa!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar