Senin, 10 Oktober 2011

# Menyikapi Pujian #

Sepasang angsa bersiap meninggalkan danau yg airnya mulai mengering. Seekor kodok memohon utk bisa ikut dgn mereka pindah ke danau lain. Namun, angsa bingung bagaimana cara membw si kodok. Si kodok pny ide brilian, " kalian gigit kedua ujung akar rumput ini, sy akan mengigit bagian tengahnya. Kemudian bawalah saya terbang. "Angsa setuju. Mereka pun terbang. Di angkasa, sekelompok burung memuji kecerdikan mereka dan bertanya, "kalian sungguh cerdik, siapa yg pny ide secemerlang ini?" Kodok menjwb dengan bangga "ide saya." Saat itu terlepaslah gigitannya, ia pun jatuh ke bawah dan mati.

Pujian ibarat pedang bermata dua. Bisa produktif kalau kita sikapi dgn rendah hati; sbg motivasi dan alasan utk berbuat lbh baik. Akan tetapi, bisa jg kontraproduktif kalau kita sikapi
Linna: dgn besar kepala; sbg bentuk kemenangan dan kebanggan diri. Maka, penting sekali menyikapi pujian dgn penguasaan diri. Tanpa penguasaan diri kita akan mudah dimabukkan olh pujian. Mabuk pujian awal kehancuran. Sprt yg terjd pada si kodok.

Penguasaan diri adlh bagian dari hidup yg dipimpin Roh. Sdgkan gila hormat dan mabuk pujian adlh bagian dari hidup yg dipimpin daging. Hidup yg dipimpin Roh berbuahkan hal2 yg indah ( ayat 22,23 ), sebaliknya hidup yg dipimpin daging. Hidup yg dipimpin Roh berbuahkan hal2 yg indah, sebaliknya hidup yg dipimpin daging berbuahkan hal2 yg buruk.

Seseorg yg menjadi milik Kristus, ia telah menyalibkan dagingnya. Itu berarti, ia jg harus selalu menguasai dirinya. Termasuk ketika menerima pujian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar