Esther seorang guru sekolah minggu mengadakan praktik mengajar di sekolah minggu, di daerah terpencil. Dengan bersemangat ia bertanya pada anak-anak, "Anak-anak, siapa yang merobohkan tembok Yerikho?"
Dengan polosnya anak-anak serempak menjawab, "Bukan kami... Bukan Kami...". Esther sedih dan mengemukakan hal ini kepada Guru Sekolah Minggu di jemaat itu.
Guru-gurunya pun menjawab, "Ibu Esther, anak-anak memang begitu, mereka tidak mau mengakui perbuatan mereka. Nanti, kami tanyakan pelan-pelan pasti ada yang mau mengakuinya..." Ibu Esther makin sedih.
Malamnya ada rapat majelis, Esther mengemukakan kejadian pagi dan siang hari itu. "Saya Sedih karena anak-anak sekolah minggu bahkan guru-gurunya tidak ada yang tahu siapa yang merobohkan tembok Yerikho..." Sidang majelis berembuk sejenak, dan ketika ada keputusan, Ibu Esther dipanggil.
Ketua sidang berkata demikian, "Ibu Esther kami telah sepakat. Begini saja. Hitung saja berapa kerusakannya nanti kami yang ganti."
Dengan polosnya anak-anak serempak menjawab, "Bukan kami... Bukan Kami...". Esther sedih dan mengemukakan hal ini kepada Guru Sekolah Minggu di jemaat itu.
Guru-gurunya pun menjawab, "Ibu Esther, anak-anak memang begitu, mereka tidak mau mengakui perbuatan mereka. Nanti, kami tanyakan pelan-pelan pasti ada yang mau mengakuinya..." Ibu Esther makin sedih.
Malamnya ada rapat majelis, Esther mengemukakan kejadian pagi dan siang hari itu. "Saya Sedih karena anak-anak sekolah minggu bahkan guru-gurunya tidak ada yang tahu siapa yang merobohkan tembok Yerikho..." Sidang majelis berembuk sejenak, dan ketika ada keputusan, Ibu Esther dipanggil.
Ketua sidang berkata demikian, "Ibu Esther kami telah sepakat. Begini saja. Hitung saja berapa kerusakannya nanti kami yang ganti."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar